Malaikat Tanpa Tanda Pengenal




Hari ini, gue bener-bener dapet pelajaran hidup yang sangat berharga tentang bagaimana menilai sesuatu dengan arif dan bijak. Ceritanya tadi siang usai ngampus, Yusril salah seoarang anak rumah gue kehilangan hape oppo F1 plus miliknya. Kronologinya cukup membingungkan, sebab sang empunya juga gak sadar sama sekali bahwa hape kesayangannya yang baru berumur sebulan itu telah raib dari kantong jubahnya. Di tengah cuaca musim panas yang mencekam hingga suhu mencapai 42 derajat, si Yusril dan bang Abdulloh memutuskan untuk naik taxi pulang ke rumah dari kampus.  Menurut gue aga lebay sih, sebab gue pribadi sepanas apapun, lebih milih naik bus 80 coret yang seharga 1 le dibanding naik taxi yang tarifnya bisa sampai 25-30 le walau harus berdesak-desakan. Maklum setiap orang punya gaya hidup masing-masing, jadi ga ada salahnya juga jika mereka memilih transportasi yang lebih nyaman dan efektif bagi mereka. 

Setelah sekitar 25 menit, taxi sudah sampai di gang masuk rumah, karena Yusril ga punya fakkah (uang receh), akhirnya ia menukarkan dulu di warung dekat gang  buat bayar taxi.  Setelah itu mereka sama-sama kembali ke rumah. Naasnya, hape yang sedari tadi di taro di kantong bawah sebelah kanan jubahnya udah hilang, ia pun langsung panik, seluruh tempat yang ia lewati setelah turun dari taxi ia cek dengan teliti.  namun sayangnya ia tidak juga menemukan hapenya. Gue yang kebetulan ada di rumah, minjemin hape butut gue untuk melacak oppo tersebut. Dengan aplikasi ‘find device’ (cari perangkat) yang gue download di playstore, ternyata hapenya tetap tidak teridentifikasi. Kemungkinan hapenya mati, atau dimatikan oleh orang lain yang menemukan hape tersebut. Sebab ketika ditelpon berkali-kali juga sepertinya hapenya muglak (mati). 

Melihat kondisi demikian, gue suruh Yusril mengingat-ingat kembali terakhir kali megang hapenya, ada kemungkinan hapenya ketinggalan di taxi, kemungkinan lainnya hapenya jatuh di jalan tanpa ia sadari dan ditemukan oleh orang lain. Setelah 2 jam pencarian,  masih belum ada tanda-tanda di mana hapenya berada. Yusril pun hampir putus asa kalau hapenya sudah diambil orang. Gue dan temen-temen lainnya juga berpikir sama. Sebab, kebanyakan orang mesir itu ga bisa dipercaya. Dan Kalau ditelisik dari kasus-kasus sebelumnya, orang mesir acapkali menzolimi mahasiswa asing seperti Indonesia dan Malaysia, entah dengan membegal barang ketika di  jalan, kendaraan, hingga merampok dan menjebol rumah penduduk asing. Itulah sebabnya kami harus ekstra hati-hati dengan mereka. Tapi tak sedikit juga yang baik ko. Nanti lu ngerasain sendiri deh kalau udah di Mesir. 

Lanjut, setelah asar sekitar pukul 4, bang Abdulloh mencoba menelpon hape Yusril berulang-ulang berharap dapat petunjuk. Setelah 5 kali mencoba, akhirnya tersambung dengan seseorang, namun langsung direject.  Hingga masuk panggilan yang ke-8, akhirnya muncul juga suara orang di sebrang telepon. 

“Enta miyn? Ana masygul, musy tattasil bi dilwa’ti, fahim?!” (Ini dengan siapa? Saya sedang sibuk, tolong jangan telponin saya terus. Paham?!) Ujar orang di sebrang telepon dengan nada tinggi. 

“Saya Abdulloh temen yg punya hp ini om, tolong kembalikan barang teman saya sore ini juga, nanti saya akan kasih imbalan”. 

“Saya sedang sibuk, mungkin malam ini saya baru ke ‘asyir (kawasan rumah kami) maka tunggulah kamu di sana”. Jawab orang itu sambil memutus telepon. 

Dari percakapan via telpon tadi, muncul setitik harapan. Sejam kemudian, bang Abdulloh mencoba menelpon orang tersebut  buat memastikan. Namun tidak tersambung lagi. Dichat wasap juga ceklis satu.  Hingga selang beberapa menit sebelum magrib, ada panggilan masuk ke hape bang Abdulloh dengan nomor asing, ternyata orang yang megang hape Yusril tadi menelpon, tanpa basa-basi dan berlama-lama dia bilang kalau dia mau ketemu langsung sama orang yang punya hape oppo tersebut setelah isya. Yusril pun kaget sekaligus senang bahwa hapenya masih ada harapan untuk ditemukan. meskipun masih sangat ragu dan was-was, sebab bisa saja ia berbohong dan akhirnya menjual hape itu hari ini juga. 

Menunggu habis isya serasa lama sekali bagi Yusril. Hal tersebut terpancar dari raut wajahnya yang amat masygul bak kembang yang layu sebelum mekar. Perasaannya juga sudah tak karuan. Sayang sekali kalau hape yang baru dibelinya hilang lagi, sebab sebelumnya ia juga kehilangan hape di rumah makan Mesir. Kali ini ia gak mau masuk ke dalam lubang yang sama. La yuldagul mu’minu min juhrin wahidin marrotain. Seoarang mukmin tak akan terjatuh dalam satu lubang 2 kali. Yang bisa diharapkan hanya berdoa semoga orang tersebut benar-benar mengembalikan hapenya. Yusril juga sudah janji ke temen-temen kamar kalau ketemu kita semua bakal ditraktir makan di warung nusantara (SAMAWA). 

Singkat cerita, setelah isya, orang yang memegang hape Yusril menelpon bang Abdulloh untuk mengajak ketemuan di ‘Asyir tepatnya di depan ruko vodavone . Selang 5 menit Yusril dan bang Abdulloh sudah sampai di tempat orang Mesir itu berjanji untuk bertemu. Namun, Yusril dan bang Dul tak mendapati seorang pun di sana kecuali seorang pemuda berkulit hitam, berwajah seram, berkepala botak, memakai anting ,pakaiannya amburadul, dan tangan kirinya menggenggam koper kecil sambil berdiri di depan pintu ruko. Dengan ragu-ragu mereka menghampiri pemuda tersebut dan menanyakan apakah ia sedang menunggu orang di sini. Dan ternyata pemuda amburadul itulah orang yang menemukan hape Yusril. 

“Anta sohib hazal hatif?” (Kamu yang punya hape ini?) ucapnya tanpa salam dan basa-basi sembari menyodorkan hape oppo f1 plus berwarna putih ke hadapan mereka. 

“Ana sohib hazal hatif ya basya,”. (ya, saya pemiliknya ). Sahut yusril dengan perasaan dag-dig-dug karena melihat raut wajah pemuda itu yang menyeramkan. 

Pemuda itu tidak langsung memberikan hape tersebut, namun ia ingin mengetes apakah benar si Yusril pemilik hape itu. Sederet pertanyaan seputar hape milik Yusril dilontarkan pemuda tersebut. Yusril pun tidak keberatan menjawabnya, yang penting hapenya bisa balik. Terakhir pemuda itu menyuruhnya buka kunci hape tersebut dengan sidik jarinya. Beruntung yusril meletakan sidik jarinya sebagai lock screen hapenya, jadi sudah sangat jelas bahwa hape tersebut memang miliknya. 

“mabruk enta ya andunisiy, ahsan naas”. Ucap pemuda itu sembari menyodorkan hape milik Yusril. 

“syukron jazilan ya basya, dah nuqud jaza’an lak, istalim dah, wa ana masrurun jiddan’. (makasih banyak ya sayyidi, ini uang buatmu, silahkan terima)”.

“Laa wallahi, ana musy ‘ayiz nuqud minka, (demi Alloh saya tidak mau uangmu) ini udah kewajiban saya sebagai seorang muslim. Dan kamu sangat saya hormati di Negara saya”.
 
Yusril dan bang Dul tetap saja memaksa supaya orang tersebut menerima uang imbalan, namun lagi-lagi ia menolak keras dan langsung pergi begitu saja tanpa mau menyebutkan identitasnya sampai namanya saja ia tak mau menyebutkan. Mereka berdua sangat takjub dengan kejadian yang baru saja mereka alami, pun halnya gue dan temen-temen lainnya merasa heran bangat, masih ada orang Mesir yang sangat jujur dan tulus seperti pemuda tadi. Walau pakaian dan dandananya yang tidak mencerminkan orang baik dan terpelajar, tapi hatinya sungguh luar biasa. Malah ustadz gue yang udah lama di sini berkomentar, “baru pertama kali ana denger orang mesir jujurnya seperti itu, biasanya seringnya buat ulah terus”,  Walhasil kami semua turut berbahagia dengan kembalinya hape teman gue, karena dengan begitu gue dan temen-temen ditraktir makan malem di samawa. Hehe. 

Dalam hidup, terkadang kita mudah sekali mendapati diri kita ataupun orang lain menjudge atau mencap negatif seseorang hanya dari kulit luarnya saja, hanya dari apa yang nampak pada dirinya saja, dan hanya mendengar dari apa yang orang lain katakan saja, Betul? entah dari wajah, pakaian, style, ucapan, perilaku, ataupun lainnya. Dari kisah di atas, kita mendapati kejujuran dan ketulusan dari pemuda yang notabene terlihat berantakan dan berandalan, namun ia sangat jujur dan tulus dalam menolong sesama. Ini sebagai bukti bahwa ungkapan ‘don’t judge a book by its cover’ yang sangat melegenda ini memang benar adanya. Malah tak jarang kita jumpai orang yang berpakaian layaknya seorang cendikiawan, alim ataupun  mirip ustadz, tapi justru ia seorang penipu dan suka menyesatkan umat. Dan masih banyak contoh-contoh lainnya. Jauh sebelum itu kanjeng nabi juga sudah menasihati kita sebagai umatnya: 

“Iyyakum wazonna, fainna zonna akzabul hadis” (Jauhulah perasangka  buruk, karena perasangka buruk adalah sedusta-dusta perkataan) -Muttafaq ‘alaihi-

Alloh ta’ala juga berfirman di dalam Al-Qur’an : 

“Hai orang-orang yang beriman, jahuilah oleh kalian kebanyakan prasangka buruk, karena sesungguhnya sebagian prasangka buruk itu adalah dosa”. (Q.S: Al-Hujurot: 12)
Oleh karenanya, sebagai derajat manusia yang lemah dan fakir di hadapan Alloh, jangan pernah kita sekali-kali meremehkan atau merendahkan seseorang hanya karena suatu kesalahannya, penampilannya, ataupun perilakunya yang mungkin berbeda dari keumuman manusia lainnya. karena bisa jadi orang tersbut amalannya lebih baik dan banyak dari kita. Sekian dari gue, semoga kisah ini dapat diambil hikmah dan pelajaran bagi kita semua. Wallahu ‘alam bisowab.


"Yusril, gue doain semoga besok-besok hape lu ilang lagi yeh". kata gue di sela-sela makan malam di SAMAWA. 

"Het gila lu doain yang buruk-buruk, stres tau ga sih ilang hape".

"Iya gue doain ilang biar kita semua bisa ditraktir lagi sama lu". jawab gue yang langsung ditertawai teman-teman.








Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Malaikat Tanpa Tanda Pengenal"

Post a Comment