KETULUSAN SEORANG IBU

"Cinta Mom" 


“Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktunya, melaksanakan shaum pada bulannya, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja ia kehendaki.” (HR Ibnu Hibban dalam Shahihnya). 

Hanya satu alasan itu yang selalu diucapkan mom ketika anak-anak-nya bertanya mengapa ia mau menikah lagi, terlebih dengan seorang pria berumur yang sudah habis masa kejayaannya. Ditambah kondisi badannya yang sudah lemah dan sakit-sakitan.

Yap, sejak ayah meninggalkan mom dan ke-enam anaknya yang masih kecil-kecil di tahun 2003. Beliau selalu yakin, bahwa apapun yang Alloh kehendaki baginya itu adalah yang terbaik dan pasti ada hikmah yang tersembunyi di dalamnya. Meskipun ayahku dulu tidak meninggalkan apa-apa kecuali rumah sederhana di daerah bekasi sana. Walhasil mom harus banting tulang sendiri tuk menghidupi ke-enam anaknya yang membutuhkan pendidikan. Setiap harinya mom hanya bekerja sebagai guru TPA dan penjahit rumahan. Pagi-pagi beliau dengan semangatnya mengayuh sepeda menuju TPA milik bu Adnan. Siang dan malamnya jika ada orderan jahitan, beliau menghabiskan waktunya di depan mesin jahit tua peninggalan nenenkku. Waktu itu umurku masih 4 tahun, dan kakaku yang paling tua sedang duduk di kelas 2 SMP.

Tentu, jikalau bukan karena pertolongan Alloh kemudian kesabaran mom dalam merawat kami, mustahil mom bisa menghidupkan dan menyekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang tertinggi. Secara matematika, tidak logis upah dari mengajar TPA yang perbulan hanya 100 ribu ditambah orderan jahit yang tak menentu, sanggup menghidupkan kami dan menyekolahkan kami dengan pendidikan yang layak. Tapi begitulah Alloh sang maha Raziq yang memberikan rizki kepada hambanya dari jalan yang tidak ia sangka-sangka.

Momen-momen suka,duka, bahagia begitu terasa hangat  meliputi keluarga kami yang sederhana. Mom tak pernah lupa mengajarkan Al-quran dan Hadis kepada anak-anaknya dari kecil. Ku ingat sekali, setelah magrib dan subuh, mom selalu membimbing kami buat membaca iqra dan menghafal juz 30. Waktu itu abang ke-dua aku yang paling jauh hafalannya. Ah rasanya ingin sekali kembali ke masa kecil, hidup dalam nuansa kasih sayang dan tanpa memikirkan beban apapun. Memang anak kecil selalu berfikir seperti itu.

Hingga waktu berjalan begitu cepat bak air terjun yang turun ke permukaan. Tepat pada tahun 2010 mom memutuskan untuk menerima tawaran ustadznya agar mau menikah lagi dengan seorang pensiunan pertamina asal Padang yang kebetulan juga satu majlis ta'lim di pengajian mom.
bisa dibilang, ayah baruku sudah cukup tua. Umurnya 65 tahun. Jika kuamati wajahnya, kewibawaan dan ketegasan masih tampak dari garis-garis raut wajahnya yang syahdu. Dalam hal-hal ibadah, khusunya shalat, beliau sangat tegas namun lembut dalam bertutur kata. Ah aku suka sekali sama ayahku ini.

Memang, tak banyak momen-momen spesial yang kuhabiskan bersama ayah baruku. Sebab selama itu, waktuku lebih banyak dihabiskan di pesantren. Kecuali di waktu libur saja dan itu pun amat jarang. Oh yah, ayahku itu dulunya adalah seorang perwira yang bekerja sebagai tehnisi kapal di Pertamina. Pengalamannya mengarungi benua biru dan hijau bertahun-tahun membuat kondisi tubuhnya semakin melemah. Itulah yang menyebabkan ia pensiun dini di tahun 1995. Pensiunan yang didapat terbilang sangat besar di masa itu. Karenannya, keluarga ayah tergolong terpandang di kompleknya dengan rumah besar dan mobil-mobil mewah.

Namun itu dulu, sekarang ayahku sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Sejak sebelum menikah dengan mom, ustadz mom sudah menceritakan semuanya. Pun dari keluarga kaka ayah yang sangat berharap agar ayah bisa segera menikah supaya ada yang merawatnya. Dan mom pun ditakdirkan untuk mendampingi ayah hingga sisa hidupnya.

Bisa dibayangkan teman, saat ayahku mulai pensiun dan penyakit mulai menghampiri tubuhnya, di situlah awal ayah mulai menderita. Tak ada pekerjaan yang mampu dilakukan ayah lagi karena kondisi badannya yang mulai sakit-sakitan.  Gaji pensiun ayah sekarang pun terbilang rendah, Tak mampu menghidupi istri dan anak-anaknya yang terbiasa hidup glamor.  Pensiun dini yang dulu cair di awal dengan jumlah besar, entah kemana. Sebagaian ada yang dipakai investasi oleh anaknya kemudian berhasil dan sebaian besarnya gagal. Di tengah keadaan sulit itu, naasnya sang istri malah meminta cerai ayah.

Kini ayah hanya seorang tua yang tak dipandang lagi oleh istrinya, pun halnya anak-anaknya yang enggan merawat beliau meski sudah cerai dengan ibu mereka.  Setahun ayah hidup bersebelahan dengan anaknya yang belum menikah dan juga mantan istrinya. Jika sakit, seolah anaknya diam. Justru yang mengurusi beliau adalah jama'ah masjidnya. Sering orang-orang melihat ayah ke pasar tuk membeli sayur dan bahan masakan lainnya. Padahal anak-anaknya masih hidup dan sehat wal 'afiyat.

Hal itulah barangkali yang mendorong jama'ah masjid ayah agar memiliki istri lagi. Hingga dipertemukan dengan mom. Setelah menikah, kami sekeluarga disuruh tinggal di rumah ayah yang telah dipecah menjadi dua bagian ketika ayah cerai dengan istri lamanya. Ayah hanya mengambil 90 meter bangunan dari 380 meter. Sisanya, mantan istri dan satu anaknya yang menempatinya. Ayah tak membutuhkan harta, yang ia butuh hanya ketenangan berumah tangga dengan keluarga barunya. Punhalnya dengan mom yang dengan sabar dan telaten mengurus segala keperluan ayah.

Mom tak pernah perduli berapa hak yang akan dia dapat sebagai istri sah ayah, meskipun sudah ada perjanjian di depan pengadilan Agama sebelum mom menikah, bahwa rumah seluas 380 meter itu harus dijual dan hasil penjualan tersebut dibagikan kepada istri sah ayah, mantan istrinya dan anak-anaknya secara hukum. Karna rumah itu memang milik ayah dari hasil kerja kerasnya sendiri dan mantan istrinya pun tidak bekerja. Jadi bukan masuk harta gonogini, melainkan masuk ke dalam hibah. Tetapi mantan istrinya selalu saja menolak. Karena ia tahu, jikalau dijual, mom akan mendapatkan bagian yang besar atau setengah dari rumah tersebut. Terlebih surat rumah milik ayah dikuasai oleh mantan istrinya dan enggan memberikannya kepada ayah karena ayah memang sudah tak berdaya.

Bahkan, SK Pensiunan ayahpun pernah digadaikan di Bank oleh mantan istrinya guna menebus hutang ayah yang ada di bank. Jadi terpaksa untuk mengambil kembali SK pensiunan itu, ayah harus menjual mobil satu-satunya agar pensiun ayah bisa turun.

Pasca pernikahan dengan mom, kondisi ayah semakin melemah. Dimulai dari lengan ayah yang sudah lemas, kemudian diikuti oleh kaki, kepala, hingga menjalar ke seluruh tubuh. Selama 6 tahun menikah, 2 tahun ayah masih segar, 4 tahunnya ayah mengalami setruk, dan 2 tahun terakhir sudah setruk berat dan tidak bisa bergerak apa-apa lagi.

Selama ayah setruk berat, mom seperti memiliki bayi baru. Tidak pernah kulihat mom mengabaikan ayah sedikitpun. Meskipun kami hidup pas-pasan. Mom selalu memperhatikan ayah dengan penuh kasih sayang. Setiap hari mom menyuapi makanan, memakaikan pempes, memandikan, hingga membacakan ayat-ayat suci alquran seusai mensalati ayah. Jikalau aku libur dari pondok, aku sering membacakan ayat alquran sembari sesenggukan jikalau ayah berbicara sepatah dua kata.

Sekarang kondisi ayah semakin memburuk, entah sudah berapa kali beliau keluar masuk rumah sakit. Hingga sampai tulisan ini ditulis, sudah  7 hari beliau dioperasikan di ruang ICU karena mengalami radang paru-paru. Sebagai anak tiri, aku selalu menganggap ayah seperti ayah kandungku sendiri. Aku menyesal, karena selama ini perhatianku padanya kurang maksimal. Hanya doa yang selalu kupanjatkan buat beliau di setiap sujud dan doa-doaku yang panjang. Kini tibalah aku memaksimalkan baktiku kepada beliau sebelum ayah benar-benar meninggalkan dunia yang fana ini. Dan mom telah menunjukan contoh yang baik buat anak-anaknya kelak di masa mendatang.

Rasulullah SAW bersabda, “Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Jika engkau ingin maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah ia, (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Jakarta, 21 Desember 2016, Rumah Sakit Pertamina Jaya, Cempaka Putih. 

Subscribe to receive free email updates:

6 Responses to "KETULUSAN SEORANG IBU"